Senin, 30 November 2009

Kelompok V: Pengendalian Vektor di Kawasan Pantai & Pesisir

Kelompok V

  1. Andi Haerani
  2. Rahmatullah
  3. Muharti Syamsul
  4. Imran
  5. Ratih Puspitasari

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kawasan pesisir juga dipahami sebagai Kawasan tempat bertemunya berbagai kepentingan, baik Masyarakat, Pemerintah Kabupaten, dan Investor dalam rangka memanfaatkan potensi kawasan pesisir. Kawasan Pesisir adalah kawasan yang sangat kaya akan sumber daya alam dan sangat potensial sebagai modal dasar pembangaunan nasional

Secara historis, kota- kota penting dunia bertempat tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan, serta memudahkan terjadinya pedagangan antar daerah, pulau dan benua. Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang besar air laut ke darat, yaitu dengan keberadaan hutan mangrove.

Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat pada UU nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan bahwa wilayah lautan dan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-undang. Namun di masa reformasi, dengan kelahiran UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis pantai. Selain itu juga diterbitkan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Era global peradaban di tahun milenium ketiga, ditengarai dengan kemajuan pesat di bidang teknologi dan transportasi, perdagangan bebas, mobilitas penduduk antar negara – antar wilayah yang sedemikian cepat membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat global yang harus dikelola dengan baik.

Dampak negatif di bidang kesehatan pada tingkatan kemajuan teknologi transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara, antar wilayah tersebut adalah percepatan perpindahan dan penyebaran pentakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaannya.

Dalam rangka melindungi negara dari penularan/penyebaran penyakit oleh serangga (vektor) maupun kuman /bakteri yang terbawa oleh alat angkut, dan barang bawaan yang masuk melalui pintu-pintu masuk negara tersebut, berdasarkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005 yang berlaku, “semua alat angkut harus bebas dari vektor”.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa dan bagaimana peran Vektor?

2. Apa permasalahan masyarakat di wilayah pesisir?

3. Bagaimana pengendalian vektor di wilayah pantai dan pesisir?

4. Contoh kasus pengendalian vektor di wilayah pantai!

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dalam pembahasan ini adalah

1. Untuk mengetahui peran vektor.

2. Untuk mengetahui permasalahan di wilayah pesisir.

3. Agar mengetahui cara pengendalian vektor di wilayah pantai dan pesisir.

4. Mengetahui dan menerapkan contoh kasus pengendalian vektor di wilayah pantai.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Peranan Vektor

Secara definisi vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar.

Vektor potensial adalah vektor yang secara aktif berperan dalam penyebaran penyakit. Vektor ini baik secara biologis maupun mekananis selalu mencari hospesnya untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu ada vektor pasif, artinya secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa dalam tubuh vektor ada agen patogen dan dapat menularkan agen tersebut kepada hospes lain, tetapi vektor ini tidak aktif mencari mangsanya. Dengan adanya perubahan lingkungan, kemungkinan vektor tersebut dapat berubah menjadi aktif.

Vektor biologis, dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke stadium lebih lanjut. Bila tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan mati. Contoh yang paling mudah adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing Schistosoma japonicum. Larva (miracidium) masuk ke dalam tubuh siput, berkembang menjadi sporocyst dan selanjutnya menjadi redia, kemudian menjadi cercaria yang akan keluar dari tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui kulit dimana akan terjadi dermatitis (SOULSBY, 1982).

Vektor mekanis, dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi hanya sebagai pembawa agen penyakit. Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus dimana terjadinya infeksi cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada infeksi filaria, vektor harus sering menggigit hospesnya agar terjadi infeksi. Diperkirakan lebih dari 100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan menghasilkan mikrofilaria.

Vektor insidentil, vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian mengeluarkan faeces yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara tidak sengaja masuk ke dalam mulut, contohnya pada penyakit Chagas yang disebabkan oleh Trypanosoma cruzi dan vektor yang berperan adalah Triatoma bugs. Vektornya sebenarnya masuk dalam siklus silvatik, hanya diantara hewan rodensia. Manusia terkontaminasi bila vektornya masuk dalam lingkungan manusia.

B. Permasalahan Wilayah Pesisir

Ada beberapa masalah yang terjadi dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia antara lain adalah pencemaran, degradasi habitat, over eksploitasi sumber daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan bencana alam.

a. Pencemaran

Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (DKP RI, 2002).

Masalah pencemaran ini disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Begitu juga dengan vektor pembawa penyakit, apalagi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang masih memprihatinkan.

Pengembangan kota dan industri merupakan sumber bahan sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan pemukiman dan kota telah meningkatkan jumlah sampah baik padat maupun cair yang merupakan sumber pencemaran pesisir dan laut yang sulit dikontrol. Sehingga berdampak pada kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.

b. Kerusakan Fisik Habitat

Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan telah mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Hal ini terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, dan rumput laut atau padang lamun. Kebanyakan rusaknya habitat di daerah pesisir adalah akibat aktivitas manusia seperti konversi hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastruktur, dan perikanan tambak. Indonesia memiliki cadangan hutan mangrove tropis terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta ha atau sekitar 30 – 40 % dari jumlah seluruh hutan mangrove dunia Hutan mangrove di Indonesia terpusat di Irian Jaya dan Maluku (71%), Sumatra (16 %), Kalimantan (9 %) dan Sulawesi ( 2,5 %). Namun akibat dari aktivitas manusia, pada tahun 1970 – 1980, luas hutan mangrove Indonesia berkurang sekitar 700.000 ha untuk penggunaan lahan lainnya (Nugroho dkk 2001).

c. Eksploitasi sumber daya secara berlebihan

Ada beberapa sumber daya perikanan yang telah dieksploitir secara berlebihan (overfishing), termasuk udang, ikan demersal, palagis kecil, dan ikan karang.

d. Abrasi Pantai

Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : (1) proses alami (karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), (2) aktivitas manusia. upportEmptyParas]-->

e. Konversi Kawasan Lindung ke Penggunaan Lainnya.

Dewasa ini banyak sekali terjadi pergeseran penggunaan lahan. Akibatnya terjadi kerusakan ekosistem di sekitar pesisir, terutama ekosistem mangrove. Jika ekosistem mangrove rusak dan bahkan punah, maka hal yang akan terjadi adalah (1) regenerasi stok ikan dan udang terancam, (2) terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh hutan mangrove, (3) pedangkalan perairan pantai, (4) erosi garis pantai dan intrusi garam.

f. Bencana Alam

Bencana alam merupakan kejadian alami yang berdampak negatif pada sumber daya pesisir dan lautan diluar kontrol manusia. Beberapa macam bencana alam yang sering terjadi di wilayah pesisir dan merusak lingkungan pesisir antara lain adalah kenaikan muka laut, gelombang pasang tsunami, dan radiasi ultra violet.

C. Pengendalian Vektor Di Wilayah Pantai Dan Pesisir

1. Migrasi burung

Masyarakat diharapkan mewaspadai, dan berhati-hati terhadap burung yang berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain. Sebab, kemungkinan burung membawa virus flu burung. Mengingat, burung-burung tersebut biasanya tersebar di pantai laut Pulau Jawa dan daerah lain yang banyak persediaan makanan burung.

Masyarakat harus melakukan gerakan lingkungan bersih dan sehat dalam menjaga kesehatannya. Dengan cara mengadakan semprotan pembasmi bakteri vaktogen dan obat insektisida untuk membunuh lalat dan larvanya dilaksanakan rutin seminggu sekali. Penyemprotan dikhususkan pada rumah penduduk di tepi pantai, pasar ayam, tempat pemotongan, dan kios ayam.

penyemprotan disinfektan ini dilakukan sebagai upaya awal untuk mencegah dan menghambat berkembangnya virus flu burung.

2. Pencegahan Vektor Masuk Di Daerah Pantai Atau Pesisir Melalui Kapal

Pencegahan vektor masuk di daerah pesisir atau pantai dengan dilaksanakannya program disinseksi yaitu untuk menghindari kapal dari serangga/vektor penyebab/penular penyakit (tikus, kecoak, nyamuk Aedes Aegypti/Anopheles) yang terbawa oleh alat angkut penumpang/barang di Pelabuhan.

Prosedur Tindakan Disinseksi Berdasarkan Peraturan Dirjen PP & PL

1. Penggunaan alat pelindung diri sebelum melakukan tindakan disinseksi misalnya, sarung tangan, masker, sepatu boat, dll

2. Penggunaan peralatan untuk disinseksi, misalnya, hand sprayer, mist blower, dan electric sprayer.

3. Pelaksanaan disinseksi dilakukan sebagai berikut:

a. Untuk bagian-bagian kapal yang tersembunyi seperti lubang-lubang kecil di lantai dan tempat-tempat sulit menggunakan hand sprayer ataupun mist blower.

b. Untuk ruang lebar terbulca menggunakan ULV electric sprayer.

c. Mengisi formulir isian yang memuat data tentang nama bahan pestisida/insektisida yang digunakan volume berat bahan pestisida yang digunakan, bahan pelami, catatan (waktu, hari dan tanggal pelaksanaan), nama petugas pelaksana dan supervisor yang bertanggungjawab.

d. Membuat laporan pelaksanaan secara tertulis.

4. Pengawasan disinseksi oleh petugas KKP

a. Melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan disinseksi yang dilakukan oleh BUS (Badan Usaha Swasta)

b. Memberikan masukan, saran, maupun teguran kepada BUS agar pelaksanaan kegiatan disinseksi sesuai standar.

c. Membuat laporan tertulis

Hambatan & Upaya Pelaksanaan Tindakan Disinseksi. Adapun kapal yang di disinseksi yaitu kapal barang atau kargo, dan untuk kapal penumpang hanya diberikan peringatan secara lisan karena berbagai kendala, salah satunya yaitu, kapal penumpang hanya transit pada suatu daerah dalam waktu beberapa jam, dan keadaan kapal sangat sulit dikosongkan dari manusia. Sedangkan untuk pelaksanaan disinseksi diperlukan waktu yang cukup lama (sesuai ukuran kapal) dan dan kapal harus kosong dari manusia dan barang yang mudah terkontaminasi oleh racun yang ditimbulkan oleh pestisida /insektisida yang digunakan untuk disinseksi.

2. Memutus daur hidup

Setiap vektor mempunyai siklus hidup yang berbeda-beda, mulai dari telur, larva atau nimfe dan dewasa. Semuanya ini mempunyai karakteristik sendiri yang spesifik dan sangat dipengaruhi keadaan lingkungan. Oleh karena itu pengetahuan tentang epidemiologi dari vektor tersebut sangat penting dan diperlukan untuk membuat program penanggulangannya. Keakuratan data dari sistim di alam yang menyangkut sistim vektor borne disease dan agen penyakit-vektor-hospes akan mempengaruhi model program penanggulangan yang akan diajukan.

3. Penggunaan insektisida

Insektisida digunakan untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida yang sering digunakan mulai dari organochlorine, organofosfat, carbamate, pyrethrin dan jenisjenis yang lain baik derivatnya maupun campurannya akan berfungsi untuk membunuh serangga. Metoda pemberian insektisida adalah dengan sistim pengasapan (fogging), tetapi perlu diperhatikan juga berapa lama insektisida tersebut masih aktif, karena fogging kebanyakkan di perumahan. Residual insektida mungkin lebih baik digunakan karena mempunyai efek jangka panjang. Selain fogging, perlu juga digunakan repellent untuk mencegah vektor tidak menggigit manusia. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk, orang sering menggunakan kelambu yang sudah ada insektisida (impregnated net).

D. Contoh kasus pengendalian vektor malaria di wilayah pantai

Kabupaten Simeulue yang pada umum masyarakatnya bermukim disepanjang pantai, daerah perkebunan dan persawahan, sejak terjadinya bencana alam. Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 serta gempa 28 Maret 2005 telah merobah tatanan kehidupan, perilaku serta keadaan pemukiman masyarakat sehingga keadaan masyarakat ditinjau dari segi kesehatan sangat memprihatinkan, masyarakat berpindah ke tempat yang baru dengan hidup apa adanya apalagi pulau Simeulue merupakan daerah Endemis Malaria,

Kabupaten Simeulue telah melakukan berbagai upaya – upaya seperti :

1. Sosialisasi dan advokasi pada Pemerintah Daerah/sektor terkait

2. Peningkatan mutu dan kualitas petugas malaria tingkat Kabupaten dan Kecamatan

3. Menjalin kerjasama dengan Depkes RI, Dinkes Provinsi NAD dan sektor terkait.

4. Menjalin kemitraan dengan Badan Donor/NGO

5. Menyusun buku Muatan Lokal Malaria untuk SD,SMP,SMA

6. Membuat Qanun Malaria

Pada tahun 2007 Dinas Kesehatan telah melaksanakan beberapa kegiatan melalui dana APBD TK II dan bantuan dari GF ATM, Mentor dan Unicef antara lain :

Þ Pencarian Kasus

Pencarian dan Pengobatan penderita Penyakit Malaria di 8 Kecamatan.

Þ Pengendalian Vektor

1. Kelambunisasi

2. IRS (Penyemprotan Rumah)

3. Larvaciding

Þ Survey Vektor Penular penyakit Malaria

Dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue melalui program Malaria perkembangan penurunan kasus dari tahun ke tahun Pada tahun 2006 Malaria klinis 3.309 kasus dan yang positif 669 kasus.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar.

2. Permasalahan wilayah pesisir sangat penting khususnya masalah pencemaran yang terkait dengan perkembangbiakan vektor. Ini di sebabkan karana pencemaran lingkungan berhubungan langsung dengan sanita di tempat tersebut.

3. Masyarakat diharapkan mewaspadai, dan berhati-hati terhadap burung yang berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain. Sebab, kemungkinan burung membawa virus flu burung

4. Pentingnya dilakukan disinseksi agar kapal terhindar dari vektor pembawa penyakit, dan agar kapal terhindar dari penyakit menular.

5. Pembangunan kesehatan tetap merupakan kebutuhan masyarakat yang akan meningkat secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan pembangunan secara nasional. Untuk itu upaya-upaya dibidang kesehatan dalam lebih ditingkatkan agar hasil pembangunan kesehatan dapat terus ditingkatkan

B. SARAN

Pengendalian vektor di wilayah pesisir bukanlah hal yang mudah, karena itu di harapkan partisipasi pemerintah, sekarang saatnya melirik dan memperhatikan wilayah pesisir, mengingat begitu banyak potensi di wilayah tersebut termasuk sebagai tempat wisata bahari. Karena itu daerah pesisir pun harus diperhatikan tingakat kesehatan dan kesejahteraan masyarakatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus Kurniawan, “Diduga Penyebar Virus AI, Burung di Pantai Trisik Diteliti”, http://www.detiknews.com/read/2006/03/08/225034/555147/10/diduga-penyebar-virus-ai-burung-di-pantai-trisik-diteliti, akses 26 November 2009.

Chandra budiman, “Pengantar Kesehatan Lingkungan”, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 2007.

Departemen Kelautan dan Perikanan R.I., 2002. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. : Kep. 10/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.

Mardiana, “ Penelitian Bioekologi Vektor Di Daerah Pantai Dan Pedalaman Jawa Timu”r, http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/abstrak/Mardiana200001.pdf akses 26 November 2009.

Nugroho, dkk. 2001. Pengelolaan Wilayah Pesisir untuk Pemanfaatan Sumber daya Alam yang Berkelanjutan (Peper Kelompok IV Mata Kuliah Falsafah Sain, IPB).

Prianto, Dwi, “Analisa Kebijakan Pengelolaan Potensi Kawasan Pesisir Kabupaten Gresik”, http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=4892, akses 28 November 2009.

Profil kesehatan kabupaten simeulue, http://www.depkes.go.id/downloads/profil/kab%20simeulue%202007.pdf,akses 28 November 2009.

Siswono, “Lalat adalah Vektor Mekanis dan Biologi”, http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1127708435,66349, akses 28 November 2009.

Kelompok II; Sistem Pengelolaan Sampah Padat di Wilayah Pantai dan Pesisir

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan yang berarti, baik bagi peningkatan taraf hidup masyarakat maupun sebagai penghasil devisa negara yang sangat penting.

Aktifitas perkonomian yang dilakukan di kawasan pesisir diantaranya adalah kegiatan perikanan (tangkap dan budidaya), industri dan pariwisata. Selain dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian, wilayah pesisir juga digunakan sebagai tempat membuang limbah dari berbagai aktifitas manusia, baik dari darat maupun di kawasan pesisir itu sendiri. Kegiatan ini memberikan dampak yang tidak diharapkan dari kondisi biofisik pesisir yang dikenal sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Salah satu jenis perairan yang akan terkena dampak adalah perairan estuaria.

Estuaria merupakan suatu habitat yang bersifat unik karena merupakan tempat pertemuan antara perairan laut dan perairan darat. Namun wilayah pesisir juga kerap mendapat tekanan ekologis berupa pencemar yang bersumber dari aktifitas manusia. Melimpahnya bahan pencemar tersebut di wilayah pesisir merupakan ancaman yang serius terhadap kelestarian perikanan laut. Menurut Dahuri (1996) akumulasi limbah yang terjadi di wilayah pesisir, terutamadiakibatkan oleh tingginya kepadatan populasi penduduk dan aktifitas industri.

Kondisi seperti ini disinyalir juga terjadi di perairan muara Sungai Kampar. Muara Sungai Kampar merupakan gabungan dari beberapa aliran sungai besar dan anak sungai yang terdapat di Provinsi Riau. Aliran air yang masuk ke muara Sungai Kampar mengindikasikan banyak mengandung bahan pencemar. Hal ini terjadi karena di sepanjang sungai yang mengalir ke muara Sungai Kampar terdapat banyak pabrik-pabrik atau kegiatan industri yang beroperasi dan membuang limbahnya ke sungai. Pabrik yang paling besar masuk ke aliran adalah jenis pabrik kertas yaitu PT. RAPP (Riau Andalan Pulp andPaper).

Masuknya bahan pencemar ke dalam perairan muara sungai ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada berbagai organ tubuh, bahkan bukan tidak mungkin dapat mengakibatkan kematian serta mengakibatkan spesies tertentu yang rentan terhadap bahan pencemar menjadi hilang/punah sehingga spesies ikan yang dijumpai menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahuri dan Arumsyah (1994) bahwa masuknya bahan pencemar ke dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas perairan. Apabila bahan yang masuk ke perairan melebihi kapasitas asimilasinya, maka daya dukung lingkungan akan menurun. Sehingga menurun pula nilai perairan dan peruntukan lainnya.

Bahan pencemar yang masuk ke muara sungai dan estuari akan tersebar dan akan mengalami proses pengendapan, sehingga terjadi penyebaran zat pencemar. Besar kecilnya nilai kisaran dari parameter terukur tergantung dari volume air pengencer, toksisitas/intensitas bahan pencemar, iklim, kedalaman, arus, topografi dan geografi, sehingga terjadi perubahan sifat fisik, kimia dan biologi dan ketiganya akan saling berinteraksi. Apabila salah satu factor terganggu atau mengalami perubahan akan berdampak pada ekologi perairan. Penyebaran bahan pencemar terutama logam berat dalam perairan dengan proses pengendapan akan mempengaruhi siklus hidup dari hewan perairan terutama ikan.

Dengan terjadinya proses pengendapan bahan pencemar di dasar perairan akan memberikan dampak terakumulasinya bahan pencemar dalam tubuh organisme melalui rantai makanan. Ikan baung salah satu jenis ikan yang hidup di dasar perairan Sungai Kampar dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat,padahal ikan baung baik secara langsung maupun tidak langsung, terkena dampak dari bahan pencemar yang berada di dasar perairan atau dengan kata lain akan terkontaminasi bahan pencemar. Mengingat ikan baung banyak hidup di dasarperairan Sungai Kampar yang sudah tercemar, namun masih belum ada informasi mengenai hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terhadap kandungan bahan pencemar terutama logam pada ikan baung.

B. Tujuan

Ada pun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahuai pengertian sampah, pengelolaan sampah dan kawasan pesisir.

2. Untuk mengetahui bagaimana pembagian sampah padat

3. Untuk mengetahui bagaimana konsep pengelolaan sampah

4. Untuk mengetahui bagaimana pengolahan Sampah secara umum dan pengolahan sampah di kawasan pesisir.

5. Unuk mengetahui pengolahan sampah dan dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sampah, Pengelolaan Sampah dan Kawasan Pesisir

Kata sampah sudah merupakan hal yang lumrah, mendengar kata sampah sudah terbesit dalam pikiran kita bahwa sampah itu merupakan sesuatu yang sudah tidak digunakan lagi dan ingin dibuang. Namun menurut WHO, defenisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Seperti yang telah diketahui secara umum,bahwa sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius.

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesas, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahl ian khusus untuk masing masing jenis zat.

Definisi kawasan pesisir dari pendekatan ekologis adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan intrusi air laut; sedangkan batas ke arah laut mencakup bagian perairan pantai sampai batas terluar dari paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses alamiah yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya penggundulan hutan, pencemaran industri/domestik, limbah tambak, atau penangkapan ikan. Jika dilihat dari pendekatan administrasi, kawasan pesisir adalah kawasan yang secara administrasi pemerintahan mempunyai batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau sepertiganya untuk kabupaten atau kota.

Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

B. Pembagian Sampah Padat

Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut:

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya,

* Organik, misalnya, sisa makanan.

* Anorganik, misalnya, logam, pecah-belah, abu dan lain-lain.

2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

* Mudah tertbakar, misalnya: Kertas pelastik, daun kering, kayu.

* Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas dan lain-lain.

3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk

* Mudah membusuk misalnya, makanan, potongan daging, dan sebagainya.

* Sulit membusuk, misalnya, plastic, kaleng, karet dan sebagainya.

4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah

* Garbage, terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukan sering kali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar dan sebagainya.

* Rubbish, terbagi menjadi dua

- Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organic, misalnya kertas, kayu, karet, daun kering dan sebagainya.

* Ashes, semua sisa pembakaran dari industry

* Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktifitas mesin atau manusia.

* Dead animal, bangkai binatan besar(anjing, kucing dan sebagainya yang mati akibat kecelakaan).

* House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.

* Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.

* Demolision waste, berasal dari sisa pembangunan gedung.

* Kontructions waste, berasal dari sisa-sisa pembangunan gedung seperti tanah, batu dan kayu.

* Sampah industry, berasal dari pertanian, perkebunan dan industry.

* Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organic pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

* Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah:

1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk bergabtung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Smakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk Karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas penduduk,sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri, dan sebaginya.

2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai.

Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika dibandingkan dengan truk.

3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali.

Metode ini dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan , jika harganya tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.

4. Factor geografis.

Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah pantai, atau di daratan rendah.

5. Faktor waktu.

Bergabtung pada factor harian, mingguan, bulanan, atau tahuna. Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih banyak dari pada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di daerah pedesaan tidak begitu bergabtung pada factor waktu.

6. Faktor social ekonomi dan budaya

Contoh, adat-istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.

7. Pada musim hujan, sampah mungkin akan tersangkut pada selokan,pintu, air, atau pennyaringan air limbah.

8. Kebiasaan masyarakat

Contohnya jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman, sampah makanan itu akan meningkat.

9. Kemajuan teknologi.

Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh, plastik, kardus, rongsokan, AC, TV dan sebagainya.

10. Jenis sampah.

Makin maju tingakt kebudayaan suatu masyarakat, semakin kimpeks pula jenis sampahnya.

Sumber Sampah

Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut:

1. Pemukiman penduduk

Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu daerah. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan

2. Tempat umu dan tempat perdagangan

Tempat umum adlah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Jenis sampah yang diahasilkan dapat berupa sisa-sisa makanan, sampah kering, abu, sampah khusus dan terkadang sampah berbahaya.

3. Saran layanan masyarakat milik pemerintah

Saran layanan yang dimaksud antara lain tempat hiburan dan umum, jalanan umum, tempat parker, tempat layanan kesehatan, pantai tempat berlibur, dan saran apemerintahan yang lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khususu dan sampah kering.

4. Industry berat dan ringan

Dalam pengertian ini termasuk industry makanan dan minumana, industry kayu, industry kimia, industry logam, tempat pengolahahn air botol dan air minum, dan kegitan industry lainnya. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, samapah kering, dan sampah berbahaya lainnya.

5. Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang, ataupun sawah yang mengasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

C. Konsep pengelolaan sampah

Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah:

Diagram dari hirarki limbah.

  • Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
  • Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer Responsibility (EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.
  • prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan.

D. Pengolahan Sampah

Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan tujuan untuk mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis sehingga mempunyai nilai faedah yang lebih tinggi agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup. Secara umum, ada beberapa metode dan tahapan di dalam poengolahan sampah diantaranya:

1. Metode Penghindaran dan Pengurangan

Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk , atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai , memperbaiki barang yang rusak , mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik ), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tissue) ,dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman).

2. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan

Metode pengumpulan sampah bervariasi dan berbeda-beda antar negara dan kawasan. Jasa pengumpulan sampah rumah tangga biasanya disediakan oleh pemerintah daerah atau perusahaan swasta. Pada beberapa negara berkembang, jasa pengumpulan sampah yang resmi tidak tersedia. Sampah yang berada di lokasi sumber ( kantor, rumah tangga, hotel dan sebagainya) di tempatkan dalam tempat penyimpanan sementara (tempat sampah). Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan di tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahan.

Adapun tempat penyimapan sementara yang digunakan harus memenuhi syarat berikut ini :

1. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.

2. Memiliki tutp dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.

3. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang

Dari tempat penyimpana ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah) dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. dan bagi pengumpulan samph yang menggunakan jasa pengumpulan resmi biasanya dikumpulkan dalam konteiner sampah dan diangkut secara berkala.

3. Tahap Pengangkutan

Dari tempat pengumpulan sampah, sampah diagkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah denga menggunakan truk pengangkut sampahyang disediakan oleh dinas kebersihan kota.

Truk sampah pemuatan depan yang biasa ada di Amerika utara.

4. Penimbunan Darat

Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan , diantaranya angin berbau sampah , menarik berkumpulnya hama , dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah).

Penimbunan darat sampah

Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.

Kendaraan pemadat sampah penimbunan darat.

5. Pemusnahan samapah

Pemusnahan sampah terbagi atas beberapa cara yaitu:

1. Pembakaran

Pabrik pembakaran di Vienna (Spittelau incineration plant).

Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi baisa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan abu.

Pengkremasian dilakukan oleh perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal ini bsia dilakukan untuk sampah padat , cair maupun gas. Pengkremasian dikenal sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa jenis sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah biologis). Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena menghasilkan polusi udara.

Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang dimana tanah begitu terbatas ,karena fasilitas ini tidak membutuhkan lahan seluas penimbunan darat.Sampah menjadi energi (Waste-to-energy=WtE) atau energi dari sampah (energy-from-waste = EfW) adalah terminologi untuk menjelaskan samapah yang dibakar dalam tungku dan boiler guna menghasilkan panas/uap/listrik.Pembakaran pada alat kremasi tidaklah selalu sempurna , ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang keluar cerobongnya. Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan di dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran. Dilain pihak , pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik , contoh di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede Bage di sekitar kota Bandung.

Manfaat system ini adalah volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya, tidak memerlukan ruang yang luas, panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap, dan pengolahan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diataur sesuai dengan kebutuhan.

Kerugian yang ditimbulakan akibat penerapan metode ini adalah membutuhkan biaya yang cukup besar, lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk.

2. Metode Daur-ulang

Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.

Pengolahan kemabali secara fisik

Baja di buang , dipilih dan digunakan kembali.

Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang , yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.

Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya.

3. Pengolahan biologis

Pengkomposan.

Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga , seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.

4. Pemulihan energi

Komponen pencernaan Anaerobik di pabrik

Lübeck mechanical biological treatment di Jerman, 2007

Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan , dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.

Dan bagaimana pengolahan sampah di kawasan pesisir iu sendiri, perlu diketahui bahwa pengolahan sampah di kawasan pesisr tidak jauh beda dengan pengolahan sampah di daerah lainnya karena jenis sampah yang dihailkan pun tidak jauh beda karena sampah yang dihasilkan di kawasan pesisir ini sebagian besar bersal dari aktivitas rumah tangga.

Pada dasarnya,ada 3 hal yang mempengaruhi timbulanya sampah di kawasan pesisir diantaranya :

1. Kesadaran masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas di lingkungan pesisir, sering menganggap wilayah pantai sebagai tempat pembuangan sampah yang gratis, relatif murah dan mudah (praktis). Hal ini selain disebabkan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, rendahnya pendidikan, tingkat kesehatan yang tidak memadai, juga kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan, telah menyebabkan perairan pesisir menjadi “keranjang sampah” dari berbagai macam kegiatan manusia baik yang berasal dari dalam wilayah pesisir maupun di luarnya (lahan atas dan laut lepas). Akibatnya pembuangan sampah sembarangan telah mengurangi nilai keindahan dan kenyamanan “kemolekan” lingkungan pantai.

2. Sebagai outlet dari daratan, sampah pesisir tidak bisa dilepaskan dari lahan atas (up land). Aktivitas manusia di wilayah daratan (land based activity), seperti membuang sampah di barangka dan selokan secara langsung menyebabkan terjadinya banjir, dan pada gilirannya sampah tersebut bermuara ke wilayah pesisir.

3. Sebagai kota pantai, sampah-sampah pesisir juga tidak dapat dilepaskan dengan pola sirkulasi arus air sehingga mempengaruhi keberadaan sampah. Untuk itu juga perlu ada kerjasama antar Pemerintah Daerah, seperti peraturan daerah bersama terhadap model penanganan sampah pesisir.

Pengelolaan sampah pesisir perlu dielaborasi lebih jauh dengan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu:

1. Aspek Teknis

2. Aspek Kelembagaan

3. Aspek Manajemen dan Keuangan

Dengan 3 aspek ini, dapat dilakukan suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi:

1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah pesisir dan metoda penanganannya

2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu(pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir)

3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan,

4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang,

5) Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan

6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.

E. Pengolahan Sampah dan Dampaknya Bagi Masyarakat dan Lingkungan

Manfaat pengelolaan sampah

  1. Penghematan sumber daya alam
  2. Penghematan energi
  3. Penghematan lahan TPA
  4. Lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman)

Bencana sampah yang tidak dikelola dengan baik

  1. Longsor tumpukan sampah:
  2. Sumber penyakit
  3. Pencemaran lingkunga

Pengaruh Pengolahan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Pengolahan sampah akan membawa pengaruh bagi masyarakat dan lingkungan itu sendiri. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Pengaruh positif yaitu:

4. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah.

5. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

6. Sampah dapat diberikan makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah tersebut terhadap ternak.

7. Pengolahan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembangniaknya serangga atau binatang pengerak lainnya.

8. Menurunkan insiden kasusu penyakit menular yang erat hibungannya dengan sampah.

9. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.

10. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu negara.

Pengaruh Negatif Pengolahan sampah yang kurang baik tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan namun akan berdampak pula bagi kehidupan social ekonomi dan budaya masyarakat seperti berikut:

1. Pengaruh terhadap kesehatan

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vector penyakit seperti lalat atau tikus.

b. Insiden penyakit demam berdarah akan meningkat karena vector penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban bekas yang berisi air hujan.

c. Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarang.

d. Gangguan psikosomatis, misalnya sesak napas, insomnia, stres dan lain-lain.

2. Pengaruh terhadap lingkungan.

a. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.

b. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

c. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran yang lebih luas.

d. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal.

e. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan dan menyebabkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal.

3. Terhadap ekonomi dan budaya masyarakat

a. Pengolahan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan social budaya masyarakat setempat.

b. Keadaan lingkungan yang kurang baik akan menurunkan minat orang lain untuk dating berkunjung ke daerah tersebut.

c. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar.

d. Menurunkan mutu sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Menurut WHO, defenisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

2. Pembagian sampah padat:

1). Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya,

* Organik, misalnya, sisa makanan.

* Anorganik, misalnya, logam, pecah-belah, abu dan lain-lain.

2). Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

* Mudah tertbakar, misalnya: Kertas pelastik, daun kering, kayu.

* Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas dan lain-lain.

3). Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk

* Mudah membusuk misalnya, makanan, potongan daging, dan sebagainya.

* Sulit membusuk, misalnya, plastic, kaleng, karet dan sebagainya.

4). Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah

3. Konsep pengelolaan sampah:

1). Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang,

2). Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer Responsibility (EPR).(EPR)

3). Prinsip pengotor membayar

4. Tahap metode pengolahan sampah:

1). Metode Penghindaran dan Pengurangan

2). Tahap pengumpulan dan penyimpanan

3). Tahap pengangkutan

4). Tahap penimbunan darat

5). Tahap pemusnahan sampah

5. Dampak pengolahan sampah

Pengolahan sampah akan membawa pengaruh bagi masyarakat dan lingkungan itu sendiri. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Pengolahan sampah dengan baik dan terarah maka akan berdampak baik pula bagi lngkungan dan masyarakat. Namun sebaliknya,pengolahan sampah yang kurang baik tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan namun akan berdampak pula bagi kehidupan social ekonomi dan budaya masyaraka.

B. Saran

Diharapkan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan lagi masalah persampahan khususnya di kawasan pesisir, karena selama ini masalah sampah masih menjadi masalah yang cukup serius, karena selama ini masyarakat pesisir masih menganggap remeh tentang sampah, misalnya menjadikan laut sebagai tempat pembuangan sampah, oleh karena itu pemerintah harus dapat memberikan solusi tentang masalah tersebut misalnya menyipkan tempat-tempat sampah dikawasan psisir dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang persampahan.

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman Dr, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007.

Suyoto ,Bagong, Fenomena Gerakan Mengolah Sampah,PT.Prima Infosarana Media,Jakarta,2008.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah diakses tanggal 9 November 2009.

http://www.esp.or.id/handwashing/media/sampah.pdf

teknologi pengelolaan sampah diakses tanggal 9November 2009

http://majarimagazine.com/2007/12/teknologi-pengolahan-sampah/

usaha pengelolaan sampah masyarakat diakses tanggal 10 November 2009

http://www.idepfoundation.org/indonesia/idep_wastegroup.htmlssss diakses tanggal 11 November 2009