Rabu, 02 Desember 2009

Kelompok IV: Sistem Ketahanan Pangan di Kawasan Pantai & Pesisir

Nama-nama kelompok:

  • Muarifa Muslimin
  • Nurjannah
  • Ulfa Sri Alang
  • Abdul Majid HR Lagu
  • Maqbul Syarif

BAB. I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Wilayah pesisir dan laut Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiviersity) terbesar di dunia, yang tercermin pada keberadaan ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan berjenis-jenis ikan, baik ikan hias maupun ikan konsumsi (Bappenas, 2007).

Sekitar 75% dari luas wilayah nasional adalah berupa lautan. Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain(Anonim, 2006b).

Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam sangat potensial, sudah sewajarnya harus mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduknya, karena pangan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam. Meskipun swasembada beras pernah dicapai pada tahun 1984, namun dengan adanya gangguan iklim dan perubahan orientasi pembangunan ekonomi, maka Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras. Dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan dalam arti luas, Indonesia juga belum mampu mencapai swasembada, apalagi bila dikaitkan dengan pemenuhan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan mengamanatkan, bahwa Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi.

Mewujudkan ketahanan pangan telah menjadi komitmen nasional sebagaimana dicantumkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 yaitu "Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi, baik jumlah maupun mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau, dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani/nelayan serta produksi yang diatur dengan undang-undang".

B. Rumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang yang ada, maka muncullah beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

  1. Pengertian ketahanan pangan
  2. Masalah serta ancaman yang timbul berkaitan dengan system ketahanan pangan
  3. Kebijakan sistem ketahanan pangan di Indonesia
  4. Upaya menstabilkan ketahanan pangan

C. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu tak lain agar supaya mahasiswa/pembaca mampu:

1. Mengetahui pengertian ketahanan pangan

2. Mengetahui masalah serta ancaman yang timbul brkaitan dengan system ketahanan pangan

3. Mengetahui kebijakan sistem ketahanan pangan di Indonesia

4. Mengetahui cara atau upaya menstabilkan ketahanan pangan


BAB. II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ketahanan pangan

Pengertian Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman ( UU RI No. 7 th.1996 tentang Pangan ).

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sementara USAID (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai satu kondisi dimana masyarakat pada satu yang bersamaan memiliki akses yang cukup baik secara fisik maupun ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dietary dalam rangka untuk peningkatan kesehatan dan hidup yang lebih produktif. Perbedaan mendasar dari dua definisi ketahanan pangan tersebut yaitu pada UU No 7/1996 menekankan pada ketersediaan, rumah tangga dan kualitas (mutu) pangan. Sedangkan pada definisi USAID menekankan pada konsumsi, individu dan kualitas hidup. FAO (1997) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi di mana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan di mana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Hal ini berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai, stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari ketahanan pangan dengan demikian adalah daya beli atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi biaya hidup (FAO, 1996).

Berdasarkan pengertian dan konsep tersebut di atas maka beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok yaitu ”ketersediaan pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan”. Salah satu unsur tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik (Arifin, 2004). Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko terhadap akses dan ketersediaan pangan tersebut merupakan determinan yang esensial dalam ketahanan pangan (Von Braun et al, 1992).

B. Masalah dan ancaman ketahanan pangan

Masalah ketahanan pangan

Pada lingkup nasional dan regional telah terjadi peningkatan dalam jumlah dan jenis pangan yang dibutuhkan, baik karena pengaruh pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, peningkatan kesadaran kesehatan, dan pengaruh globalisasi budaya konsumsi pangan. Juga terjadi peningkatan tuntutan distribusi pangan akibat persebaran jumlah penduduk dan pemukiman. Pada saat yang sama kompetisi penggunaan lahan dan prinsip keunggulan komparatif telah mengakibatkan sumberdaya produksi semakin terbatas dan terpusat. Hal ini menjadikan masalah pangan tidak lagi dapat ditunda : jumlah manusia yang kelaparan dan kurang gizi sudah sangat besar, dan hal ini merupakan pelanggaran hak azasi yang paling serius.
Namun demikian disadari sepenuhnya bahwa pembangunan ketahanan pangan bukan hal yang mudah dan dapat dilakukan dengan cepat. Terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi :
1. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin seriusmenekan ketersediaan sumberdaya alam yang dapat dipergunakan untuk menyediakan pangan, yang memang sudah sangat terbatas.

2. Masalah kemiskinan menjadi salah satu masalah paling serius dikaitkan dengan ketahanan pangan. Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan hal yang berada pada dua sisi dari uang logam yang sama.

3. Keterbukaan global, telah menjadikan pangan sebagai salah satu komoditi yang paling menentukan dalam komunikasi dan percaturan kepentingan global. Dalam hal ini semakin banyak negara yang harus memenuhi kebutuhan pangannya dari negara lain, dan beberapa negara yang memiliki surplus pangan terus meningkatkan surplusnya juga kemampuan untuk terus menjaga pertumbuhan surplus tersebut.

4. Telah terjadi gejala kerawanan pangan, baik pada berbagai kasus kelaparan dan mutu pangan rendah maupun pada ketidak-pastian akan tersedianya pangan yang cukup dan bermutu.

5. Telah terjadi gejala keterjebakan pangan yang serius, terutama dilihat semakin banyaknya komoditas pangan yang harus diimpor dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan dengan kebutuhan (lihat komoditi terigu, gula, kedele, garam, susu, dan lain-lain). Hal ini tidak dapat dipisahkan dari percaturan kepentingan global dari beberapa negara besar. Dalam hal ini perdagangan internasional tidak hanya penyangkut perang dagang, tetapi juga perang dan usaha dominasi berbagai kepentingan.

6. Terdapat gejala penyusutan jumlah unsur pendukung ketersediaan pangan akibat pertumbuhan dan jumlah permintaan yang sangat besar, sehingga penyusutan jumlah lebih banyak dari kemampuan reproduksi (lihat situasi pada ternak, sawah, dan produk perkebunan).

Pada masyarakat di wilayah pesisir, masalah yang dihadapi antara lain:

Kesejahteraan petani dan nelayan masih rendah dan tingkat kemiskinan relatif tinggi. Tingkat kesejahteraan yang antara lain tercermin dari nilai tukar petani/nelayan termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar dan bergantung dari hutan menunjukkan bahwa pada tahun 2003 di sebagian besar wilayah masih memiliki nilai tukar petani/nelayan dibawah nilai tukar tahun 1983. Artinya, meskipun kontribusi sektor pertanian secara keseluruhan sangat besar terhadap perekonomian nasional, namun kesejahteraan petani dan nelayan tidak mengalami perubahan. Selanjutnya, sekitar

70-80 persen kelompok masyarakat ini termasuk golongan miskin dengan usaha pertanian, perikanan

dan kehutanan, yang masih tradisional dan bersifat subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan sumber permodalan, menyebabkan masyarakat petani/nelayan, dan masyarakat pesisir tidak dapat mengembangkan usahanya secara layak ekonomi.

Akses petani dan nelayan ke sumberdaya produktif termasuk permodalan dan layanan usaha masih sangat terbatas. Dukungan kredit untuk usaha pertanian dalam mendukung kebutuhan modal petani dan nelayan masih terbatas. Kredit yang tersedia selama ini hanya dalam bentuk kredit ketahanan pangan (KKP) untuk produsen padi dan tebu. Sementara, jumlah kredit perbankan yang teralokasikan untuk usaha perikanan hanya sekitar 0,02 persen dari total kredit. Keterbatasan modal kurang mendorong petani dan nelayan untuk menerapkan teknologi baru dalam meningkatkan produktivitas, membatasi peningkatan nilai tambah, dan mengakibatkan ketergantungan pada penyediaan modal informal (pengijon). Akses petani dan nelayan terhadap prasarana dan sarana transportasi juga menghambat pemasaran produk pertanian dan perikanan sehingga menekan harga produk. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum berpihaknya kebijakan ekonomi makro kepada petani dan lemahnya koordinasi antar lembaga.

Ancaman

Perubahan iklim yang ekstrem telah mengganggu kesimbangan kehidupan di muka bumi. Bahkan perubahan iklim ini telah berimplikasi pada semua bidang: politik, ekonomi, budaya, pertanian dan lain-lain. Kesemuanya itu menjadi ancaman serius, yang jika tidak segera ditangani akan membawa kehancuran bagi struktur kehidupan. Salah satu dampak yang paling terasa dari perubahan iklim tersebut adalah terancamnya kondisi ketahanan pangan. Kondisi ini sesungguhnya sudah mulai terasa goyah dalam beberapa tahun terakhir ini. Ketersediaan bahan pangan pun terancam. Tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh belahan bumi ini. Terkhusus bagi bangsa Indonesia, jika tidak diantisipasi serta dilakukan upaya mitigasi dan adaptasi secara sungguh-sungguh, perubahan iklim akan membawa dampak sosial, ekonomi dan politik yang serius. Misalnya, stok bahan pangan yang terbatas akan mengakibatkan ketergantungan pada bangsa lain. Maka penjajahan ekonomi pun bisa terjadi di kemudian hari. Seperti kita ketahui, berita kegagalan panen di banyak daerah telah menjadi santapan harian media massa. Demikian juga dengan kemiskinan bagi masyarakat yang diakibatkan seringnya gagal panen. Hal ini menandaskan bahwa kita tidak mampu lagi mengatasi dampak pemanasan global yang berdampak langsung pada sektor pertanian.
Sektor pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim. Hal ini sangat wajar mengingat mayoritas pertanian tanaman pangan masih mengandalkan pada curah hujan. Artinya, sistem pertanian kita masih terpaku pada musim. Tak heran musim tanam yang dianjurkan pemerintah didasarkan pada perkiraan dukungan cuaca yang bisa membawa dampak pada pemaksimalan hasil panen.
Dampak langsung pemanasan global yang dirasakan pada sektor pertanian adalah menurunya produktifitas. Jika dirunut ke belakang, bahwa ada kecenderungan produksi beras dalam negeri tidak beranjak secara signifikan. Terganggunya siklus iklim, khususnya musim hujan dan kemarau adalah penyebab utamanya. Pergeseran musim yang sulit dipredikasi turut serta memberi kontribusi secara mutlak. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah melalui Departemen Pertanian bahwa kekeringan yang terjadi di Indonesia telah berdampak pada 426.000 hektar tanaman padi. Dibeberapa wilayah, gagal panen. Kekeringan yang disebabkan oleh karena aliran air yang sangat terbatas dan bahkan berhenti total. Namun disisi lain, pergantian musim yang begitu cepat juga tak jarang menyebabkan banjir. Banjir juga sering menyebabkan gagal panen. Karena itu, baik kekeringan yang panjang maupun banjir, sama-sama mengganggu produksi beras. Perubahan iklim telah mengganggu keseimbangan hasil pertanian. Padahal kita dihadapkan pada kenyataan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Bisa ditebak, bagaimana dampaknya nanti bagi kelangsungan hidup dari mayoritas masyarakat tersebut. Beras dalam komponen utama bagi perwujudan ketahanan pangan. Jika produksi beras dalam negeri berkurang, maka satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan melakukan import beras. Sama-sama kita ketahui, jika impor beras terus dilakukan bisa berdampak pada ketergantungan mutlak bangsa ini terhadap negara lain. Tidak hanya itu saja, impor beras yang dilakukan secara terus menerus akan memiskinkan para petani. Untuk itu, kita perlu terus melakukan upaya revitalisasi pertanian. Revitalisasi ini tentunya diperlukan dukungan kebijakan pemerintah yang pro pada lingkungan. Perubahan iklim harus cepat diantisipasi. Langkah untuk menanam pohon yang digagas pemerintah harus dilakukan secara kontinu. Ancaman ketahanan pangan telah menghantui kita. Pemanasan global adalah penyebab utamanya. Maka, tak ada lagi pilihan lain bagi kita, selain berbenah. Tujuan kita adalah bagaimana menyelamatkan agar pemenuhan kebutuhan pangan bisa teratasi. Jangan lagi ktia terpaku pada impor beras.

C. Kebijakan sitem ketahanan pangan di Indonesia

Menghadapi tantangan serta masalah besar yang telah dipaparkan diatas, sinkronisasi kebijakan nasional dan daerah menjadi syarat mutlak. Tidak mungkin terjadi ketahanan pangan nasional tanpa operasionalisasi kebijakan ketahanan pangan daerah, dan tidak ada daerah yang mampu membangun ketahanan pangannya sendiri tanpa keterkaitannya dengan daerah lain. Beberapa daerah dapat memiliki surplus suatu jenis pangan, tetapi tidak untuk jenis pangan lainnya. Beberapa daerah mungkin memang merupakan sentra produksi pangan, tetapi faktor produksinya dihasilkan didaerah lain (misalnya keterkaitan dalam DAS, masalah input produksi, transportasi, dll). Namun lebih daripada itu, adalah tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan jika daerah yang surplus tidak memperhatikan kepentingan daerah yang minus pangan. Oleh sebab itu, pengembangan ketahanan pangan perlu diawali dengan pengembangan strategi ketahanan pangan daerah, yang kemudian disinkronisasikan dan dikoordinasikan dengan daerah lain serta diletakkan dalam kerangka ketahanan pangan nasional. Saat ini, sinkronisasi antar daerah dan koordinasi tingkat nasional masih menjadi sesuatu yang langka.
Jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar dikaitkan dengan posisi global pangan Indonesia serta strategi ketahanan pangan daerah tersebut kemudian menjadi bagian integral dari rekonstruksi kebijakan pangan Indonesia yang setidaknya perlu mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Dibangun dari ketahanan pangan keluarga (usaha peningkatan gizi dari pekarangan), dikuatkan dengan ketahanan pangan komunitas dusun/ desa (lumbung desa, sistem isyarat dini kerawanan pangan), dan dimantapkan dengan ketahanan pangan daerah. 2. Menjadi bagian integral dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan dan sebaliknya, penanggulangan kemiskinan menjadi unsur pokok pengembangan ketahanan pangan.
3. Konsumsi dan produksi pangan yang beragam, berbasis sumberdaya lokal.
4. Dalam perspektif domestik, strategi pengembangan pangan yang selama beberapa puluh tahun diperkenalkan dan dilaksanakan, telah kehilangan banyak komponen penunjangnya yang menyebabkan strategi tersebut sangat sulit untuk dapat dipertahankan. Disamping itu, memang terdapat berbagai perubahan yang memaksa untuk merubah strategi ketahanan pangan. Perubahan dimaksud adalah

a. Dari hanya beras menjadi pangan secara keseluruhan

b. Dari dominasi pemerintah menjadi peran serta masyarakat

c. Dari serba sentralisasi menjadi desentralisasi

d. Dari pola negara yang tertutup dan penuh proteksi menjadi sistem yang (harus) dibuka

e. Dari pola yang memperoleh berbagai dukungan dan kemudahan menjadi pola yang harus dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan.

f. Sedangkan khusus untuk penganeka-ragaman pangan, selama kebijakan pangan masih berorientasi beras dengan berbagai dukungan yang diberikan akan sangat sulit dilakukan usaha penganeka-ragaman pangan yang bertumpu pada inisiatif pemerintah (pusat) karena akan timbul conflict of interest. Disisi lain hal ini memberikan peluang bagi pengembangan keaneka-ragaman pangan yang berbasis daerah dan partisipasi masyarakat, atau jika dilihat dari pelaku utamanya adalah pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat secara umum. Dalam perspektif strategi, terdapat dua pilihan: (1) menjadi substitusi dari beras, dan hal ini harus diwujudkan dalam kemampuan untuk memproduksi dan mendistribusikan pangan aneka yang lebih murah dan mudah dari beras; atau (2) menjadi komplementer atau memberi ruang alternatif bagi konsumen untuk memilih selain atau dikombinasikan bersama beras sebagai pangan pokok. Pilihan alternatif kedua tampaknya lebih realistis untuk menjadi basis kebijakan strategis dalam sistem kebijakan pangan yang lebih baik.

Pengembangan strategi ketahanan pangan tersebut telah mendapatkan dasar hukum yang kuat. Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 merupakan salah satu bentuk peraturan perundangan yang terkait dengan pengembangan strategi dimaksud, yang sebenarnya juga telah dimulai sejak dikeluarkannya UU no 7 tahun 1996 tentang Pangan. PP-68/2002 tersebut memuat hal-hal yang berkaitan dengan (a) ketersediaan pangan, (b) cadangan pangan nasional, (c) penganeka-ragaman pangan, (d) pencegahan dan penanggulanagn masalah pangan, yang terdiri dari pencegahan masalah pangan penanggulangan masalah pangan, dan pengendalian harga, (e) (peran) pemerintah daerah dan peran masyarakat; dan (f) pengembangan sumberdaya manusia dan kerjasama internasional. Secara operasional, implementasi PP-68/2002 tersebut akan bertumpu pada usaha-usaha yang terkait dengan :

a. Peningkatan produksi dan produktivitas

b. Pengelolaan pemanfaatan produksi dalam negeri dan pemasukan atau impor

c. Pengelolaan cadangan pangan

d. Distribusi pangan

Dalam hal ini perubahan operasionalisasi ketahanan pangan, terutama keempat usaha pokok diatas, akan menentukan bentuk kongkrit dari perubahan strategi ketahanan pangan yang akan dilakukan, yang kemudian akan menentukan pencapaian ketahanan pangan rakyat Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang.

D. Upaya menstabilkan ketahanan pangan

Peningkatan Kapasitas Produksi Pangan

Ketahanan pangan tak lepas dari peran strategis sector pertanian yang secara empiris tidak hanya berkontribusi dalam aspek penyediaan, tetapi juga mempunyai peranan yang luas. Sektor pertanian memproduksi pangan dan secara global merupakan gantugan nafkah utama sekitar 36 persen penduduk d dunia. Karena merupakan kebutuhan dasar manusia, maka pangan haruslah pada setiap waktu dan tempat tersedia dalam kualitas yang cukup dan dapat di akses ( dengan harga yang terjangkau ).

Pada ketersediaan pangan, kontrisbusi diversifikasi dalam peningkatan

kapasitas produksi terjadi melalui:

(l) peningkatan luas baku lahan dan sumberdaya pesisir untuk memproduksi pangan,

(2) perbaikan distribusi spasial sumberdaya lahan dan air untuk memproduksi pangan,

(3) peningkatan produktivitas air untuk pangan,

(4) peningkatan unit-unit usahatani yang memproduksi pangan, dan

(5) revitalisasi sebagian kelembagaan lokal yang kondusif untuk keberlanjutan system produksi pangan.

Revitalisasi kelembagaan lokal

Pada kelembagaan lokal terdapat sejumlah nilai yang sangat mungkin dapat dimanfaatkan untuk mendukung gerakan back to nature yang

kini disadari oleh banyak kalangan merupakan resep untuk mengurangi dampak

negatif perilaku masyarakat modern yang cenderung eksploitatif.

BAB.III

PENUTUP

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dalam ketahanan pangan diantaranya yakni:

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin serius menekan ketersediaan sumberdaya alam.

Masalah kemiskinan.

Telah terjadi gejala kerawanan pangan, baik pada berbagai kasus kelaparan dan mutu pangan rendah maupun pada ketidak-pastian akan tersedianya pangan yang cukup dan bermutu.

Selain itu, bagi masyarakat pesisir, permasalahan yang muncul yakni: Kesejahteraan petani dan nelayan masih rendah dan tingkat kemiskinan relatif tinggi serta Akses petani dan nelayan ke sumberdaya produktif termasuk permodalan dan layanan usaha masih sangat terbatas.

Upaya yang bias dilakukan dalam menstabilkan ketahanan pangan yakni:
(l) peningkatan luas baku lahan dan sumberdaya pesisir untuk memproduksi pangan,

(2) perbaikan distribusi spasial sumberdaya lahan dan air untuk memproduksi pangan,

(3) peningkatan produktivitas air untuk pangan,

(4) peningkatan unit-unit usahatani yang memproduksi pangan, dan

(5) revitalisasi sebagian kelembagaan lokal yang kondusif untuk keberlanjutan system produksi pangan.

Kebijakan pangan Indonesia yang setidaknya perlu mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Dibangun dari ketahanan pangan keluarga (usaha peningkatan gizi dari pekarangan), dikuatkan dengan ketahanan pangan komunitas dusun/ desa (lumbung desa, sistem isyarat dini kerawanan pangan), dan dimantapkan dengan ketahanan pangan daerah.
2. Menjadi bagian integral dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan dan sebaliknya, penanggulangan kemiskinan menjadi unsur pokok pengembangan ketahanan pangan.
3. Konsumsi dan produksi pangan yang beragam, berbasis sumberdaya lokal.
4. Dalam perspektif domestik, strategi pengembangan pangan yang selama beberapa puluh tahun diperkenalkan dan dilaksanakan, telah kehilangan banyak komponen penunjangnya yang menyebabkan strategi tersebut sangat sulit untuk dapat dipertahankan.


DAFTAR PUSTAKA

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Pros_Rachmat_06.pdf/ sabtu, 28 ovember 2009. Makassar.

http://www.duniaesai.com/ekonomi/eko8.html/ sabtu, 28 november 2009. Makassar.

http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dasgro.html/ sabtu, 28 november 2009. Makassar.

http://www.deptan.go.id/pesantren/bkp/rencana-strategis.htm/ senin, 30 november 2009

http://www.bulog.co.id/data/doc/juara2.pdf/ senin, 30 november 2009

http://tarkhiena.multiply.com/reviews/item/1 senin, 30 november 2009

epserv.unila.ac.id/.../Bab%2019%20(Pertanian).doc/ senin, 30 november 2009

Kelompok VI: SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAN UDARA DI KAWASAN PESISIR

Kelompok VI:
  1. ARIYANTI HUSAIN 70200106073
  2. MUTMAINNA 70200106086
  3. UMMUL WAQIAH 70200106092
  4. ASMAWATI 70200106028
  5. A. SUMARTINI DARPAN 70200106025
  6. RISNO 70200106042


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang kaya dan beragam akan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan. Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km termasuk negara kedua yang memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada. Luas wilayah laut negeri kita, termasuk didalamnya zona ekonomi eksklusif, mencakup 5,8 juta kilometer persegi, atau sekitar tiga per empat dari luas keseluruhan wilayah Indonesia. Dengan kenyataan seperti itu sumber daya pesisir dan lautan Indonesia merupakan salah satu modal dasar pembangunan Indonesia yang sangat potensial disamping sumber daya alam darat. Sumber daya wilayah pesisir diprediksi akan semakin meningkat peranannya dimasa-masa mendatang dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Konsekuensi dari potensi yang besar tersebut kawasan pesisir akan mengalami perkembangan dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Wilayah pesisir menyediakan sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata, Ini berarti kawasan pesisir merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya di masa datang. Sekitar 50 – 70 % manusia hidup dan bekerja diwilayah ini walaupun luasnya hanya 8% dari muka bumi. Wilayah pesisir sangat potensial sebagai penghasil 26 % dari produksi perikanan global. Oleh karena itu wilayah pesisir sangat berperan penting bagi kehidupan manusia.

Dengan meningkatnya pemanfaatan wilayah pesisir, hal ini menyebabkan daya dukung wilayah pesisir akan berkurang jika penggunaaannya tidak dilakukan secara terpadu dan terkendali. Untuk menjaga agar daya dukung wilayah pesisir tidak mengalami penurunan yang besar maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengendalikan pencemaran yang terjadi di kawasan pesisir yang timbul karena adanya kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun karena pengaruh alam.

Akibat pengaruh aktivitas manusia yang meningkat seperti pencemaran minyak hasil kegiatan eksploitasi tambang minyak di lepas pantai serta transportasi minyak, bungan limbah pemukiman dan industri, perairan pesisir akan mengalami tekanan (stress), yang cenderung mengarah pada menurunnya kualitas lingkungan wilayah pesisir karena terganggu keseimbangan alami. Apalagi ditambah dengan penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing) dan pengrusakan ekosistem koral secara fisik. Serta timbulnya emisi udara sehingga menimbulkan pencemaran yang akhirnya berdampak buruk bagi ekosistem termasuk manusia.

Lingkungan pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang berbeda kondisi dan sifatnya. Pada umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan. Dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangannya dimanapun juga di wilayah pesisir secara potensial dapat merupakan sumber kerusakan bagi ekosistem di wilayah tersebut. Rusaknya ekosistem berarti rusak pula sumberdaya di dalamnya. Agar akibat negatif dari pemanfaatan beranekaragam dapat dipertahankan sekeci-kecilnya dan untuk menghindari pertikaian antar kepentingan, serta mencegah kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan wilayah perlu berlandaskan perencanaan menyeluruh dan terpadu yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian pencemaran air di kawasan pesisir,

2. Sebutkan sumber-sumber pencemaran air,

3. Jelaskan dampak yang yang ditimbulkan akibat pencemaran air di kawasan pesisir bagi ekosistem?

4. Bagaimana sistem pengendalian pencemaran air di kawasan pesisir?

5. Jelaskan pengertian sumber pencemaran udara di kawasan pesisir?

6. Sebutkan sumber- sumber pencemaran udara di kawasan pesisir?

7. Jelaskan dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran udara di kawasan pesisir?

8. Bagaimana sistem pengendalian pencemaran udara di kawasan pesisir?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari pencemaran air di kawasan pesisir

2. Untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran air di kawasan pesisir.

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran air di kawasan pesisir.

4. Untuk mengetahui beberapa sistem pengendalian pencemaran air di kawasan pesisir .

5. Untuk mengetahui pengertian dari pencemaran udara di kawasan pesisir

6. Untuk mengetahui sumber- sumber pencemaran udara.

7. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran udara di kawasan pesisir.

8. Untuk mengetahui beberapa sistem pengendalian pencemaran udara di kawasan pesisir.


BAB II

PEMBAHASAN

A. WILAYAH PESISIR

1. Deskripsi Wilayah Pesisir

Pada dasarnya kawasan pantai merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut. Secara fisiografis kawasan ini didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian (% lereng) pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang bercampur kerikil.

Ruang kawasan pantai merupakan ruang wilayah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan terletak diatas dan dibawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah. Sedangkan ruang lautan terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya.

Pantai merupakan daerah datar, atau bisa bergelombang dengan perbedaan ketinggian tidak lebih dari 200 m, yang dibentuk oleh endapan pantai dan sungai yang bersifat lepas, dicirikan dengan adanya bagian yang kering (daratan) dan basah (rawa). Garis pantai dicirikan oleh suatu garis batas pertemuan antara daratan dengan air laut. Oleh karena itu, posisi garis pantai bersifat tidak tetap dan dapat berpindah (walking land atau walking vegetation) sesuai dengan pasang-surut air laut dan abrasi pantai atau pengendapan lumpur.

Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi antara laut dan daratan yang merupakan 15 % daratan bumi. Wilayah ini sangat potensial sebagai modal dasar pembangunan Indonesia sebagai tempat perdagangan dan transportasi, perikanan, budidaya perairan, pertambangan serta pariwisata.. Wilayah pesisir Indonesia sangat potensial pula untuk dikembangkan bagi tercapainya kesejahteraan umum apabila pengelolaannya dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan,, dengan memperhatikan faktor-faktor yang berdampak terhadap lingkungan pesisir.

  1. Batasan dan Sifat-Sifat Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas. Wilayah pesisi juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir memeliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore).

Batas wilayah pesisir kearah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf) dimana cirri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh prose salami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

  1. Klasifikasi Wilayah Pesisir

Bila diperhatikan batasan wilayah pesisir terbagi menjadi dua subsistem, yaitu daratan pesisir (shoreland), dan perairan pesisir (coastal water), keduanya berbeda tetapi saling berinteraksi.

Secara ekologis daratan pesisir sangat kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya yang tinggi. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah sistem perairan pesisir dan pengaruhnya terhadap daya dukung (carrying capacity) ekosistem wilayah pesisir. Pengaruh daratan pesisir terhadap perairan pesisir terutama terjadi melalui aliran air (runoff).

Perairan pesisir secara fungsional terdiri dari perairan estuaria (estuaria regime), perairan pantai (nearshore regime), dan perairan samudera (oceanic regime). Perairan estuaria adalah suatu perairan pesisir yang semi tertutup, yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga dengan demikian estuaria dipengaruhi oleh pasang surut, dan terjadi pula percampuran yang masih dapat diukur antara air laut dengan air tawar yang bersal dari drainase daratan (Odum, 1971). Perairan pantai meliputi laut mulai dari batas estuaria kea rah laut sampai batas paparan benua atau batas territorial. Sedangkan perairan samudera, semua perairan ke arah laut terbuka dari batas paparan benua atau batas territorial.

Klasifikasi wilayah pesisir menurut komunitas hayati yaitu (1) ekosistem litoral yang terdiri dari pantai pasir dangkal, pantai batu, pantai karang, pantai lumpur, (2) hutan payau, (3) vegetasi terna rawa payau, (4) hutan rawa air tawar, dan (5) hutan rawa gambut.

  1. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Di wilayah pesisir terdapat beraneka ragam sumberdaya yang memungkinkan pemanfaatan secara berganda. Pengelolaan harus diarahkan kepada pemanfaatan bermacam sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkesinambungan (sustainable).

Setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan. Dengan demikian masalah utama dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya wilayah pesisir adalah pemanfaatan ganda daripada sumberdaya tanpa adanya koordinasi.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya di Indonesia yaitu :

a. Pemanfaatan Ganda

Konsep pemanfaatan ganda perlu memperhatikan keterpaduan dan keserasian berbagai macam kegiatan. Sementara itu batas kegiatan perlu ditentukan. Dengan demikian pertentangan antar kegiatan dalam jangka panjang dapat dihindari atau diperkecil. Salah satu contoh penggunaan wilayah untuk pertanian, kehutanan, perikanan, alur pelayaran, rekreasi, pemukiman, lokasi industri dan juga sebagai tempat pembuangan sampah dan air limbah.

Pemanfaatan ganda wilayah pesisir yang serasi dapat berjalan untuk jangka waktu tertentu, kemudian persaingan dan pertentangan mulai timbul dengan berjalannya waktu, pemanfaatan telah melampaui daya dukung lingkungan. Untuk beberapa hal, keadaan ini mungkin dapat diatasi dengan teknologi mutakhir. Akan tetapi perlu dijaga agar cara pemecahan itu tidak mengakibatkan timbulnya dampak negative atau pertentangan baru.

b. Pemanfaatan Tak Seimbang

Masalah penting dalam pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir di Indonesia adalah ketidakseimbangan pemanfaatan sumberdaya tersebut, ditinjau dari sudut penyebarannya dalam tata ruang nasional. Hal ini merupakan akibat dari ketimpangan pola penyebaran penduduk semula disebabkan oleh perbedaan keunggulan komparatif (comparative advantages) keaadaan sumberdaya wilayah pesisir Indonesia.

Pengembangan wilayah dalam rangka pembangunan nasional harus juga memperhatikan kondisi ekologis setempat dan factor-faktor pembatas. Melalui perencanaan yang baik dan cermat, serta dengan kebijaksanaan yang serasi, perubahan tata ruang tentunya akan menjurus kearah yang lebih baik.

c. Pengaruh Kegiatan Manusia

Populasi manusia meningkat secara eksponensial, hal ini didukung oleh kemajuan dibidang kesehatan, serta pertanian yang meningkatkan kesejateraan manusia. Pada tahun 1998 fungsi pendukung kehidupan biosfer harus dibagi pada 6 miliar orang. Jika tingkat fertilitas dan mortalitas tidak berubah, maka populasi dunia akan mencapai 40 miliar manusia di tahun 2100, jika bayi yang lahir hari ini tetap hidup. Indonesia dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 % per tahun maka pada tahun 2010 penduduk Indonesia akan mencapai 250 juta orang. Hal ini akan mengakselarasi meningkatnya permintaan (demand) terhadap kebutuhan sumberdaya dan jasa lingkungan. Sementara itu ketersediaan alam darat semakin berkurang dan tidak lagi mencukupi, sehingga opsi berikutnya diarahkan unatuk memanfaatkan sumberdaya dan jasa pesisir untuk mempertahankan dan sekligus melanjutkan pertumbuhan yang ada. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan, maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut akan semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang berada disekitarnya.

B. Pencemaran Air di Kawasan Pesisir

1. Pengertian Pencemaran Air Di Kawasan Pesisir

Air merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menopang kelangsungan hidupnya. Selain itu air dibutuhkan untuk kelangsungan proses industri, kegiatan perikanan, pertanian dan peternakan. Oleh karena itu apabila air tidak dikelola dengan baik dan keliru akan menimbulkan kerusakan maupun kehancuran bagi makhluk hidup.

Secara alami sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan yang mempunyai daya regenerasi mengikuti suatu daur ulang yang disebut daur hydrologi (Suryani, 1987). Air yang sangat terbatas ini pada umumnya oleh manusia dipergunakan untuk kebutuhan domestik, industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, perikanan, rekreasi.

Word Health Organization (WHO) dalam pernyataannya yang berkaitan dengan air “The Best of All Thing is Water” menunjukan bahwa air itu sangat penting bagi seluruh kehidupan dan selalu dipandang sebagai barang yang sangat berharga sehingga perlu dijaga, dilindungi dan dilestarikan.

Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Alam memiliki kemampuan untuk mengembalikan kondisi air yang telah tercemar dengan proses pemurnian atau purifikasi alami dengan jalan pemurnian tanah, pasir, bebatuan dan mikro organisme yang ada di alam sekitar kita.

Jika dilihat dari sumber (asal) kejadiaanya, jenis kerusakan lingkungan ada yang dari luar sistem wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu sendiri. Pencemaran berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan pembangunan (seperti tambak, perhotelan, pemukiman dan industri) yang terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah lahan atas.

2. Sumber-sumber Pencemaran Air di Kawasan Pesisir

Sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi 7 kelas (Dahuri2001) :

a. Reklamasi pantai

Reklamasi pantai adalah suatu kegiatan atau proses memperbaiki daerah atau areal yang tidak terpakai atau berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia antara lain untuk lahan pertanian, perumahan, tempat rekreasi dan industri (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990). Kegiatan reklamasi pantai bagaimanapun telitinya, tetap akan mengubah kondisi dan ekosistem lingkungan pesisir, dan ekosistem buatan yang baru tentunya tidak sebaik yang alamiah.

b. Zat kimia dari lokasi rumah penduduk, pertanian, industri, dan sebagainya

Perairan wilayah pesisir merupakan salah satu tempat yang kaya akan zat hara, hal ini sangat penting bila ditinjau dari sumber daya hayati. Namun untuk kelestariannya perlu diperhatikan limbah yang berasal dari industri-industri maupun aktifitas manusia lainnya yang dibuang ke perairan tersebut, akan merusak kelestarian flora dan fauna wilayah pesisir dikemudian hari sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem wilayah pesisir (Simanjuntak, 1996)

Penggunaan pupuk untuk menyuburkan areal persawahan di sepanjang Daerah Aliran Sungani yang berada di atasnya serta kegiatan-kegiatan industri di darat yang membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian terbawa sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan menperabesar tekanan ekologis wilayah pesisir. Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara maupun bahan-bahan buangan. Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan. Sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai perairan wilayah pesisir dalam hal ini laut.

c. Sampah buangan manusia dari rumah-rumah atau pemukiman penduduk.

Pencemaran rumah tangga dan pencemaran yang dihasilkan oleh kegiatan manusai dan oleh industri. Pencemaran rumah tangga terjadi terutama di lingkungan pesisir yang berada dekat dengan pemukiman. Jenis sampah yang diahasilkan ada dua macam, yaitu sampah organic dan sampah anorganik. Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan meningkatnya kegiatan pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sampah dan kandungan bakteri yang dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan pesisir.

d. Perikanan budidaya

Penggunaan bahan kimia dalam penangkapan ikan, atau pengolahan hasil laut lainnya. Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida menimbulkan pencemaran perairan. Pencemaran yang terjadi akibat akumulasi sisa-sisa mercuri atau bahan kimia lainnya.

e. Pelayaran (shipping)

Tumpahan minyak/bahan kimia dari kapal-kapal yang mengalami kecelakaan di laut, atau kapal yang tidak dilengkapi dengan sistem pengolahan limbah yang memadai, atau kapal yang sengaja membuang limbah ke laut. Beberapa hasil penelitian memaparkan bahwa pencemaran akibat limbah dari kapal belakangan ini cenderung meningkat.

Ini bisa terjadi karena sebagian kapal tidak dilengkapi dengan sarana pengolahan limbah bahkan sengaja membuang limbahnya ke laut. Sementara sistem pengawasan laut Indonesia sangat minim. Berbeda dengan negara maju, Indonesia hingga kini belum memiliki alat pendeteksi limbah pelayaran yang hasilnya bisa dijadikan dasar menyeret pelaku pencemaran ke pengadilan.

3. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Air di Kawasan Pesisir

Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian, rumah tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang ditimbulkan diantaranya :

a. kerusakan ekosistem bakau,

b. terumbu karang,

c. kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong),

d. terjadi abrasi,

e. hilangnya benih banding dan udang.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan dibuang ke perairan, termasuk perairan wilayah pesisir yaitu :

a. Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan;

b. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan kondisi oseanografi setempat;

c. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan dengan lingkungan perairan.

d. Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan;

e. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia;

f. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di hari depan.

Perlu juga diperhatikan kemungkinan terjadinya proses saling menunjang atau proses saling menetralkan antara dampak bahan pencemar yang telah ada dengan bahan pencemar yang masuk kemudian. Oleh karena itu penting diketahui sifat fisik kimia bahan pencemar maupun perairan, dan kemungkinan terjadinya peningkatan pencemaran serta perusakan lingkungan.

4. Sistem Pengendalian Pencemaran Air di Kawasan Pesisir

a. Reklamasi pantai

Oleh karena itu upaya reklamasi pantai perlu direncanakan sedemikian rupa dan secara seksama agar keberadaanya tidak mengubah secara radikal ekosistem pesisir yang asli. Untuk itu diperlukan perencanaan tata ruang yang rinci, peneliatian lingkungan untuk analisis dampak lingkungan regional, penelitian hidro oceanografi, perencanaan teknis reklamasi dan infrastruktur, perencanaan drainase dan sanitasi serta perencanaan social-ekonomi dan pengembangan lainnya (Hasmonel, 2002).

b. Zat kimia dari lokasi rumah penduduk, pertanian, industri, dan sebagainya.

Pengaruh dari adanya industri- industri sisekitar wilayah pesisir juga akan mengakibatkan berubahnya daya dukung lingkungan pesisir, antara lain pnururunan kadar gas oksigen terlarut, kadar fosfat dan nitrat yang tinggi. Kadar oksegen terlarut yang berkurang akan menyebabkan makhluk hidup yang berada di ekosistem wilayah pesisir akan mendapat tekanan secara ekologis, sehingga akan mengancam kelangsungan hidup komponen ekosistem tersebut.

Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan. Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan. Bahan buangan yang beracun perlu diberi perlakuan (treatment) terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat pembuangan harus mempunyai kondisi oseanografi yang memadai,. Industri-industri yang mutlak harus didirikan di wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi.

c. Perikanan budidaya

Penggunaan bahan kimia dalam penangkapan ikan, atau pengolahan hasil laut lainnya. Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida menimbulkan pencemaran perairan. Pencemaran yang terjadi akibat akumulasi sisa-sisa mercuri atau bahan kimia lainnya.karena tercemarnya perairan berdampak pada kelestarian biota laut. Biasanya kehancuran hayati laut ditandai dengan berkurangnya ikan tertentu di suatu kawasan dan kemudian diikuti dengan punahnya makhluk hidup lain di wilayah laut tersebut. Atau kepunahan semua makhluk hidup terjadi serempak yang ditandai dengan banyaknya ikan serta biota laut terapung mati di permukaan laut.

Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya :

1. Mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;

2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan;

3. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara bertahap;

4. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal;

5. Menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;

6. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu; dan

7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global.

Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat, dan antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang optimal.

Sudah saatnya pemerintah beserta masyarakat terlibat aktif dan secara langsung melindungi sumber daya alam yang mempunyai banyak kegunaan ini. Masyarakat yang notabenenya bersentuhan langsung dengan alam sekitarnya sudah sepatutnya diberikan pemahaman yang lebih mengenai pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup di sekitarnya. Signifikasi dari hal tersebut adalah untuk menjaga kelestarian alam agar berguna bagi masa depan generasi bangsa.

Hal ini berhubungan dengan upaya prefentif sebelum upaya represif dalam penanganan masalah lingkungan. Selain itu peran serta masyarakat juga berperan penting guna meminimalisir tidak pidana (kejahatan) dalam bidang lingkungan hidup.

C. Pencemaran Udara Di Kawasan Pesisir

1. Pengertian pencemaran udara

Pencemaran udara berhubungan dengan pencemaran atmosfer bumi. Atmosfer merupakan lapisan udara yang menyelubungi bumi sampai ketinggian 300 km. Sumber pencemaran udara berasal dari kegiatan alami dan aktivitas manusia.

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Sedangkan penyusunan kualitas udara sampai pada yang mengganggu kehidupan karena masuknya polutan kedalam udara. Polusi udara terjadi jika ada penambahan komponen udara atau bahan kimia yang kehadirannya membahayakan organisme pada dasarnya penyebab polusi udara serupa dengan penyebab polusi air. Pencemaran udara adalah jika udara dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup. Jumlah pengotoran ini cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorpsi atau dihilangkan dalam waktu relatif singkat.

Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, gas, timah hitam) dan gas (Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx) , Sulfur Oksida (SOx), Hidrogen Sulfida (H2S), hidrokarbon). Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.

Aspek klimatologi pencemaran udara antara lain :

Pencemaran udara berbeda pada satu tempat dengan tempat lain karena adanya perbedaan kondisi pencahayaan, kelembaban, temperatur, angin serta hujan yang akan membawa pengaruh besar dalam penyebaran dan difusi pencemar udara yang diemisikan baik dalam skala lokal (kota tersebut) atau skala regional (kota dan sekitarnya).

a. Kelembaban

Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Kandungan uap air ini penting karena uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi yang akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi sehingga dengan sendirinya juga ikut mengatur suhu udara.

Fog (kabut) terbentuk ketika udara lembab dan mengembun, jenis partikel cair ini merugikan karena memudahkan perubahan SO3 menajdi H2SO4. Selain itu fog yang terjadai di daerah lembab akan menghalangi matahari memanasi permukaan bumi untuk memcah inversi, akibatnya sering memperpanjang waktu kejadian pencemaran udara.

Kelembaban udara yang relatif rendah (<>2 akan mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut sedangkan pada kelembaban relative lebih atau sama dengan 80% di daerah tercemar SO2 akan terjadi peningkatan efek korosif SO2 tersebut.

Kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi oleh gaya tarik bumi.

b. Suhu

Salah satu karaktersitik atmosfir yang penting adalah kestabilan atmosfir itu sendiri yaitu kecenderungan untuk memperbanyak atau menahan pergerakan udara vertikal. Pada kondisi stabil pergerakkan udara ditahan atau tidak banyak terjadi pergerakkan vertikal. Kondisi ini dipengaruhi oleh distribusi suhu udara secara vertikal.

Suhu udara menurun ± 1 °C per kenaikan ketinggian 100 meter, namun pada malam hari lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi mengalami pendinginan terlebih dahulu sehingga suhu pada lapisan udara di lapisan bawah dapat lebih rendah daripada atasnya. Kondisi metereologi itu disebut inversi yaitu suhu udara meningkat menurut ketinggian lapisan udara, yang memerlukan pada kondisi stabil dan tekanan tinggi. Gradien tekanan pada kondisi tersebut menjadi lemah sehingga angin menjadi lambat yang menyebabkan penurunan penyebaran zat pencemar secara horisontal. Sementara itu tidak terjadi perpindahan udara vertikal yang menyebabkan penurunan zat pencemar secara vertikal dan meningkatkan akumulasi lokal. Hal ini dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia. Namun inversi dapat menghilang setelah pagi hari ketika radiasi matahari menyinari permukaan bumi.

Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir yang lebih rendah dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi ketalisator atau membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim kemarau dimana keadaan udara lebih kering dengan suhu cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat dibanding dengan keadaan hujan maka polutan udara pada keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran polutan di udara.

Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkab peningkatan kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar. Sedangkan pada suhu yang meningkat akan meningkatkan pula reaksi suatu bahan kimia. Inversi suhu dapat mengakibatkan polusi yang serius karena inversi dapat menyebabkan polutan terkumpul di dalam atmosfer yang lebih rendah dan tidak menyebar. Selain hal itu suhu udara yang tinggi akan menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah dan sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara makin tinggi. Suhu udara yang tinggi akan menyebabkan bahan pencemar dalam udara berbentuk partikel menjadi kering dan ringan sehingga bertahan lebih lama di udara, terutama pada musim kemarau dimana hujan jarang turun.

Selain itu pula pergerakkan udara di atmosfer dapat terjadi secara vertikal maupun horizontal. gerakan horizontal disebabkan oleh aliran angin, jika angin yang terjadi bersifat aktif dan kekuatannya cukup, polutan tidak mempunyai waktu cukup untuk mengumpul karena cepat disebarkan. atmosfer di sekeliling gunung, bukit dan bangunan-bangunan daerah perkotaan akan memperlambat dan mencegah gerakan angin sehingga mengurangi gerakan udara horizontal karena gerakan horizontal terbatas dipersi polutan menjadi tergantung pada pergerakan udara vertikal. Radiasi sinar matahari dapat mempengaruhi kondisi bahan pencemar oksidan terutama O3 di atmosfer. Keadaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya rangsangan bahan pencemar untuk merusak bahan.

2. Sumber dan Jenis Bahan Pencemar Udara di Kawasan Pesisir

Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara.

Misalnya : 1. secara alami : Gunung berapi, Rawa-rawa, Kebakaran hutan, Nitrifikasi dan denitrifikasi biologi. 2. kegiatan manusia berupa transportasi, Industri, Pembangkit listrik, Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan bakar), Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC). 3. Sumber-sumber lain : Transportasi amonia, Kebocoran tangki klor, Timbulan gas metana dari lahan uruk/tempat pembuangan akhir sampah, Uap pelarut organic. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran.

b. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

Jenis-jenis Bahan Pencemar:

a) Karbon monoksida (CO)

Di udara, Karbon Monoksida (CO) terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, hanya sekitar 0,1 ppm. Di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15 ppm. Sudah sejak lama diketahui bahwa gas CO dalam jumlah banyak (konsentrasi tinggi) dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan juga dapat menimbulkan kematian.

Karbon monoksida (CO) apabila terhirup ke dalam paru-pari akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah (hemoglobin) :

Hemoglobin + CO ———> COHb (Karboksihemoglobin)

Ikatan karbon monoksida dengan darah (karboksihemoglobin) lebih stabil daripada ikatan oksigen dengan darah (oksihemoglobin). Keadaan ini menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.

Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% sampai 1,0%, dan rata-rata sekitar 0,5%. Disamping itu kadar CO dalam darah dapat seimbang selama kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan kecepatan pernafasan tetap konstan.

Keracunan gas karbon monoksida dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, rasa tidak enak pada mata, sakit kepala, dan mual. Keadaan yang lebih berat dapat berupa detak jantung meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot, gangguan pada sisten kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian.

b) Nitrogen dioksida (N02)

Gas nitrogen oksida (NOx) ada dua macam yaitu gas nitrogen monoksida dan gas nitrogen dioksida. Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali bila gas NO berada dalam konsentrasi tinggi.

Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematian.

Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat letal pada hewan percobaan , dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema pulmonary. Pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernafas.

Pencemaran udara oleh gas NOx juga dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates (PAN). PAN ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kanut foto kimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat mengganggu lingkungan.

c) Ozon (03 )

Ozon telah menjadi suatu issu aktual karena kaitannya dengan satu efek global pencemaran udara yaitu penipisan lapisan Ozon di atmosfer atas bumi kita. Ozon merupakan salah atu pencemar udara yang terus meningkat konsentrasinya.

Dampak ozon terhadap kesehatan manusia yaitu :

1. Dengan konsentrasi 0,3 ppm selama 8 jam akan menyebabkan iritasi pada mata.

2. 0,3 – 1 ppm selama 3 menit s.d. 2 jam akan memberikan reaksi seperti tercekik, batuk, kelesuan.

3. 1,5 – 2 ppm selama 2 jam akan mengakibatkan sakit dada batuk-batuk, sakit kepala, kehilangan koordinasi serta sulit ekspresi dan gerak.

Ozon pada konsentrasi 0,3 ppm dapat berakibat iritasi terhadap hidung dan tenggorokan. Kontak dengan ozon pada konsentrasi 1,0 – 3,0 ppm selama 2 jam mengakibatkan pusing berat dan kehilanan koordinasi pada beberapa orang yang snsitif. Sedangkan kontak dengan konsentrasi 9,0 ppm selama beberapa waktu dapat mengakibatkan endema pulmonari pada kebanyakan orang.

Kombinasi ozon dengan SO2 sangat berbahaya karena akan menyebabkan menurunnya fungsi ventilasi apabila terpajan dalam jumlah yang besar. Kerusakan fungsi ventilasi dapat kembali baik mendekati fungsi paru-paru normal pada orang yang terpajan dalam tingkat rendah.

3. Dampak Pencemaran Udara Di Kawasan Pesisir

a. Dampak terhadap kesehatan

Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya:

1. Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan.

2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.

3. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan.

4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.

5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel, sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit.

6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.

Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.

b. Dampak terhadap tanaman

Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

c. Dampak terhadap lingkungan

1. Hujan asam

pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain:

a. Mempengaruhi kualitas air permukaan

b. Merusak tanaman

c. Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan

d. Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan

2. Efek rumah kaca (global waring)

Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global. Dampak dari pemanasan global adalah:

a. Pencairan es di kutub

b. Perubahan iklim regional dan global

c. Perubahan siklus hidup flora dan fauna

3. Kerusakan lapisan ozon

Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan pelindung alami bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon.

Kerusakan lapisan ozon menyebabkan sinar UV-B matahri tidak terfilter dan dapat mengakibatkan kanker kulit serta penyakit pada tanaman.

4. Sistem Pengendalian Pencemaran Udara Di Kawasan Pesisir

Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda - benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Untuk menanggulangi terjadinya pencemaran udara dapat dilakukan melalui beberapa usaha antara lain:

a. Mengganti bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida.

b. Pengolahan atau daur ulang limbah asap industri

c. Penghijauan dan reboisasi atau penanaman kembali pohon-pohon pengganti

d. Menghentikan pembakaran hutan.

Untuk mengendalikan pencemaran dapat pula dengan strategi :

  1. Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pantai diarahkan untuk Mengembangkan sumberdaya perikanan/kelautan secara optimal dan terencana, infrastruktur, kemampuan SDM, merehabilitasi kondisi terumbu karang dan mangrove, mengelola penambangan dan pengambilan air permukaan dan airtanah di pantai/pesisir agar tidak merusak habitat pesisir/pantai, membuat kondisi pantai mempunyai kemampuan meredam proses abrasi, melakukan pengerukan alur dan mencegah erosi dikawasan hulu/DAS, dan mengelola dan mengatur buangan limbah domestik, industri dan minyak.
  2. Strategi Pengendalian Pencemaran dan Limbah Cair diarahkan untuk mengurangi beban pencemaran dari sumber-sumber pencemaran yang ada melalui upaya pengendalian pencemaran serta pembangunan sistem pengumpulan dan pengolahan limbah, efektifitas pengawasan, pengetatan baku mutu limbah cair dan pembatasan pembangunan komersial yang berpotensi besar menghasilkan limbah.
  3. Strategi Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik diarahkan untuk menggalakan penyuluhan intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap sarana dan prasarana limbah manusia.
  4. Strategi Pengelolaan Kualitas Udara dan Perubahan Iklim diarahkan untuk pengendalian pencemaran udara diutamakan untuk mengurangi emisi dari berbagai aktifitas seperti transportasi, pembuangan/ pembakaran sampah, penggunaan bahan-bahan dari aktifitas domestik, aktifitas konstruksi dan komersial, aktifitas industri dan aktifitas pembersihan lahan.
  5. Strategi Penaatan dan Penegakan Hukum diarahkan untuk mengintegrasikan materi hukum lingkungan pada pendidikan dan pelatihan pimpinandan fungsional bagi aparatur pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten, maupun kota, serta mengembangkan kerjasama dengan instansi kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

D. Penjelasan Al-Qur’an terhadap Kerusakan Lingkungan

1. Perintah untuk tidak berbuat kerusakan lingkungan di bumi

Terdapat dalam QS. Al-Baqarah {2}ayat 11-12 yang artinya:

       “Dan apabila dikatakan kepada mereka janganlah membuat kerusakan di muka bumi, mereka berkata, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan kebaikan [11] Ketahuilah sesungguhnya merekalah yang membuat kerusakan akan tetapi mereka tidak menyadarinya [12].”

2. Perintah untuk tidak membuat kerusakan lingkungan di muka bumi

Terdapat dalam QS. Al-A’raaf {7} ayat 56 yang artinya:

”Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepadaNYA dengan rasa takut tidak akan diterima dan harapan akan dikabulkan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

3. Penyebab kerusakan lingkungan di muka bumi

Terdapat dalam QS. Ar-Ruum {30} ayat 41 yang artinya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

4. Balasan bagi orang perusak

Terdapat dalam QS Ar Ra’d {13} ayat 25 yang artinya:

“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).”


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

2. Beberapa sumber pencemaran perairan di pesisir diantaranya :

a) Reklamasi pantai

b) Zat kimia dari lokasi rumah penduduk, pertanian, industri, dan sebagainya

c) Sampah buangan manusia dari rumah-rumah atau pemukiman penduduk.

d) perikanan budidaya

e) pelayaran (shipping)

3. Dampak yang ditimbulkan diantaranya :

a. kerusakan ekosistem bakau,

b. terumbu karang,

c. kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong),

d. terjadi abrasi,

e. hilangnya benih banding dan udang.

4. Sistem pengendalian pencemaran air di kawasan/ daerah pesisir .

a. upaya reklamasi pantai perlu direncanakan sedemikian rupa dan secara seksama agar keberadaanya tidak mengubah secara radikal ekosistem pesisir yang asli.

b. Industri-industri yang mutlak harus didirikan di wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi.

5. Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

6. Sumber dan jenis bahan pencemar udara di kawasan/ daerah pesisir

Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara.

b. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

7. Dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran udara di kawasan/ daerah pesisir.

a. Dampak kesehatan

Secara umum pencemaran udara mengganggu/ berbahaya bagi saluran pernafasan yang bisa menimbulkan efek yang fatal.

b. Dampak terhadap tanaman

Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

c. Dampak terhadap lingkungan

- Hujan asam

- Efek rumah kaca

- Kerusakan lapisan ozon

8. Untuk menanggulangi terjadinya pencemaran udara dapat dilakukan melalui beberapa usaha antara lain:

a. Mengganti bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida.

b. Pengolahan atau daur ulang limbah asap industri

c. Penghijauan dan reboisasi atau penanaman kembali pohon-pohon pengganti

d. Menghentikan pembakaran hutan.

9. Masalah kerusakan lingkungan dan balasan bagi yang melakukannya terdapat dalam al Qur’an.

B. Saran

Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan. peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut.

Setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair sebelum dimasukkan ke badan air sebaiknya diolah terlebih dahulu.


DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia “bebas Pencemaran” http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_air diakses tanggal 20 November 2009

Paulus Londo & Anastasia Widiy “sebab_dan_akibat_pencemaran_lingkungan_pada_air dan_tanah_kesehatan_lingkungan_ilmu_sains_biologi

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_udara diakses tanggal 20 November 2009

Majalah cakrawala tni “ancaman pencemaran terhadap kelestarian biota laut”

http://beta.tnial.mil.id/cakrad_cetak.php?id=468 diakses tanggal 20 November 2009

Prabu,Aspek Klimatologi Pencemaran Udara http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/aspek-klimatologi-pencemaran-udara/ diakses tanggal 20 November 2009

pencemaran lingkungan

http://pencemaran-lingkungan-bumi.blogspot.com/2009/05/apa-itu- pencemaran-udara.html diakses tanggal 20 November 2009

Alamendah, “Tingkat Pencemaran Udara Di Indonesia

http://alamendah.wordpress.com/2009/09/23/tingkat-pencemaran-udara-di-indonesia/ diakses tanggal 20 November 2009

http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/11/12/pengelolaan-wilayah-pesisir-secara-terpadu-dan-berkelanjutan-yang-berbasis-masyarakat/

http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bplhd-jabar/strategi-kebijakan

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://4.bp.blogspot.com

http://id-id.facebook.com/people/Henhen-Hermawati/1499337740